PERATURAN
MENTERI
KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/X/2010
TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
Oleh:
Rudiansyah
NIM.
101214453049
MAGISTER
MANAJEMEN KESEHATAN (MMK)
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan
dan tindakan yang dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila
seorang bidan melakukan suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan
mendapatkan sanksi dan hukuman yang telah ditetapkan oleh pemenkes. Dalam
melakukan tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan standar
bidan juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan
hukum profesi dalam setiap tindakannya.
Dalam hal kita juga harus
memperhatikan aspek hukum dan pentingnya landasan hukum pada praktik kebidanan.Hal
ini telah ditetapkan dalam peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia tentang
izin dan praktik bidan.
Setiap bidan yang melaksanakan
kegiatan keprofesiannya wajib memiliki surat izin kerja bidan (SIKB) dan surat
izin praktik bidan (SIPB). Untuk mendapatkan surat izin tersebut, bidan wajib
melaksanakan beberapa kewajiban
sebagaimana tertuang di PERMENKES 1464 tahun 2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan. Namun dalam permenkes tersebut masih
ada beberapa hal yang belum sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Hal yang tidak
sesuai tersebut antara lain proses pembuatan SIPB yang lama, tidak sesuainya
papan nama bidan dengan permenkes 1464 tahun 2010, masih banyak bidan yang
memberikan tarif pelayanan kepada pasien jampersal (oknum bidan).
Syarat untuk mengajukan SIKB/SIPB
diantaranya harus memiliki surat tanda registrasi sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR
1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang registrasitenaga kesehatan
yang mewajibkan tenaga kesehatan memiliki surat tanda registrasi (STR).
Berdasarkan kewajiban tersebut,
bidan yang melaksanakan praktik kebidanan berduyun-duyun mengajukan STR ke
majelis tenaga kerja provinsi (MTKP) untuk disampaikan ke majelis tenaga kerja
Indonesia (MTKI).Namun setelah kurang lebih setahun sejak MTKP/MTKI dibentuk
STR tersebut belum ada yang selesai dan belum ada bidan yang mempunyai STR
baru.
B.
Tujuan
1.
Mengkaji
kebijakan Permenkes 1464 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik
bidan
2.
Memberikan
informasi mengenai izin dan penyelengara praktik bidan
C.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
tentang Aspek Hukum Republik Indonesia No 1464/Menkes/X/2010 Yang Berkaitan dengan Pelayanan
Praktik Kebidanan
2.
Pentingnya
Landasan Hukum Republik Indonesia No 1464/Menkes/X/2010 Dalam Praktik Kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Aspek
Hukum Republik Indonesia No 1464/Menkes/X/2010 Yang Berkaitan Dengan
Pelayanan Praktik Kebidanan
Kewenangan yang dimiliki bidan
meliputi:
1.
Kewenangan
normal: Pelayanan kesehatan ibu,
Pelayanan kesehatan anak,Pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana, Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah.
2.
Kewenangan
bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter Kewenangan
normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi:
a. Pelayanan kesehatan ibu
1) Ruang lingkup:
a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b) Pelayanan antenatal pada kehamilan
normal
c) Pelayanan persalinan normal
d) Pelayanan ibu nifas normal
e) Pelayanan ibu menyusui
f) Pelayanan konseling pada masa antara
dua kehamilan
2) Kewenangan:
a) Episiotomi
b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat
I dan II
c) Penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan
d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e) Pemberian vitamin A dosis tinggi
pada ibu nifas
f) Fasilitasi/bimbingan inisiasi
menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
g) Pemberian uterotonika pada manajemen
aktif kala tiga dan postpartum
h) Penyuluhan dan konseling
i)
Bimbingan
pada kelompok ibu hamil
j)
Pemberian
surat keterangan kematian
k) Pemberian surat keterangan cuti
bersalin
b. Pelayanan kesehatan anak
1. Ruang lingkup:
a) Pelayanan bayi baru lahir
b) Pelayanan bayi
c) Pelayanan anak balita
d) Pelayanan anak pra sekolah
2. Kewenangan:
a) Melakukan asuhan bayi baru lahir
normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD),
injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari),
dan perawatan tali pusat
b) Penanganan hipotermi pada bayi baru
lahir dan segera merujuk
c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan
d) Pemberian imunisasi rutin sesuai
program Pemerintah
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita dan anak pra sekolah
f) Pemberian konseling dan penyuluhan
g) Pemberian surat keterangan kelahiran
h) Pemberian surat keterangan kematian
c. Pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan:
1. Memberikan penyuluhan dan konseling
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan
kondom Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan
yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk
melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
a) Pemberian alat kontrasepsi suntikan,
alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah
kulit
b) Asuhan antenatal terintegrasi dengan
intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi
dokter)
c) Penanganan bayi dan anak balita
sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
d) Melakukan pembinaan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan
penyehatan lingkungan
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
f) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
g) Melaksanakan deteksi dini, merujuk
dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
pemberian kondom, dan penyakit lainnya
h) Pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
i)
Pelayanan
kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah Khusus untuk pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan
anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk
pelayanan tersebut. Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau
kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan
sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal,
dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan
bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut
berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga
dokter.
B.
Pentingnya
Landasan Hukum Republik Indonesia No 1464 /Menkes /X 2010 Dalam Praktik
Kebidanan
Pentingnya landasan hukum dalam praktik profesi definisi
hukum : Hukum Immanuel Kant : keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang lain, menuruti hukum tentang kebebasan.
Leon Duguit : adalah aturan tingkah laku para anggota
masyarakat , aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh
suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika
dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran
Kesimpulan :
1.
Merupakan
aturan (perintah atau larangan)
2.
Mengikat/memaksa
(harus dipatuhi)
3.
Memiliki
sanksi atau akibat
4.
Ada
peran kekuasaan negara/penguasa
5.
Melindungi
kepentingan-kebebasan anggota masyarakat Pada dasarnya hukum merupakan cerminan
nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat dan memegang nilai-nilai secara konsisten
merupakan tindakan yang etis , sehingga antara hukum dan etika juga memiliki
keterkaitan.Digunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas
profesinya.
C.
Perundang-Undangan
yang Melandasi Tugas, Praktik dan Fungsi Bidan
1.
No.
23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan
2.
Kepmen
Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
3.
KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG
STANDAR PROFESI BIDAN
4.
PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
5.
Permenkes
RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
Dengan adanya Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaran Praktik Bidan, seorang bidan dapat melakukan praktiknya sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan,sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
kewenangan setiap tenaga kesehatan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Kelemahan
1. Substansi
a.
Berdasarkan Pasal 3 setiap bidan yang menjalankan praktik
bidan wajib memiliki SIPB, sedangkan syarat membuat SIPB harus mempunyai STR,
dan berdasarkan pasal 4 butir c yang menyatakan bahwa apabila STR belum jadi
atau dalam proses pembuatan yang cukup lama maka surat izin bidan (SIB)
ditetapkan berlaku sebagai STR. Tetapi apabila masa berlaku SIB habis dan STR
masih dalam proses pembuatan yang cukup lama, ini sangat menghambat bidan untuk
menjalankan praktik bidan karena tidak dapat membuat SIPB. Pengajuan STR oleh bidan seluruh jawa barat
dilaksanakan januari-februari 2012 ke IBI, dari IBI mengajukan ke MTKP
dilakukan pada bulan Juni 2012, dan baru pada bulan April 2013 STR selesai dan
diserahkan ke IBI, namun STR tidak langsung dibagikan kepada bidan karena ada
proses administrasi yang hingga bulan Mei 2013 belum ada bidan yang mendapatkan
STR (IBI Jawa Barat, 2013).
b.
Berdasarkan pasal 6 yang menyatakan bidan hanya dapat
menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak 1 (satu) tempat kerja dan
hanya 1 (satu) tempat praktik, pada kenyataanya banyak bidan yang tidak membuka
tempat praktik tetapi bekerja di 2 (dua) tempat kerja.
c.
Berdasarkan Pasal 19 yang menyatakan bahwa bidan
mempunyai hak untuk menerima imbalan jasa profesi, sehingga masih banyak bidan
yang memanfaatkan keadaan ini untuk membuat tarif sesuai dengan kehendak
sendiri, dan tidak menutup kemungkinan pasien yang menerima jaminan persalinan
normal (JAMPERSAL).
d.
Pada daftar peralatan praktik bidan yang terdapat pada
lampiran persyaratan praktik bidan, tidak adanya alat pengukur tinggi badan
ibu. Alat ini digunakan untuk mengukur tinggi badan ibu hamil sehingga dapat
diketahui faktor risiko dan dapat dilakukan perencanaan tindakan selanjutnya
atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
e.
Formulir 1 mengenai permohonan SIKB/SIPB memuat identitas
jenis kelamin, sedangkan pada pasal 1 dijelaskan bahwa bidan adalah seorang
perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Implementasi/penerapan/proses yang tidak sesuai
dengan kebijakan
Tidak sesuainya papan nama
bidan yang memiliki praktik mandiri dengan persyaratan praktik bidan baik
ukuran maupun identitas yang lain.
3. Perilaku petugas
a.
Banyak bidan yang masa berlaku SIB-nya sudah habis dan
belum memiliki STR karena dalam proses pembuatan yang cukup lama tetapi masih dapat
menjalankan praktik bidan.
b.
Masih ditemukannya bidan yang memberikan susu formula
kepada bayi tanpa indikasi dan belum ada sanksi tegas untuk bidan yang
melakukan tindakan itu (Pasal 10 ayat 3 butir f)
B. Keuntungan
1. Hal positif akibat adanya Permenkes 1464 tahun 2010
tentang praktik kebidanan
a.
Bidan
menjadi
lebih mengerti tentang pentingnya STR, SIKB atau SIPB karena dengan mempunyai
STR, SIKB atau SIPB bidan telah teregistrasi dan dapat bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan ataupun menjalankan praktik bidan mandiri.
b.
Pasien yang dilayani oleh bidan yang memiliki STR, SIKB
atau SIPB merasa lebih nyaman dan pelayanan yang diberikan lebih optimal.
c.
Masyarakat umum tidak dirugikan dengan adanya pelayanan
yang tidak sesuai atau yang
merugikan/memberatkan pasien.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, meliputi:
1.
Kewenangan
normal bidan:
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana
2.
Masih
ada beberapa pasal yang kurang jelas
3.
Tidak
adanya sanksi tegas terhadap bidan yang tidak memiliki SIPB/SIKB dan bidan yang
menjual susu formula.
4.
Bidan
diwajibkan memiliki SIKB/SIPB namun STR sampai sekarang belum dikeluarkan oleh
pemerintah.
B.
Saran
1.
Revisi
lampiran Formulir I Permenkes 1464 tahun 2010
2.
STR
segera terbitkan sehingga bidan dapat mengajukan pembuatan SIPB/SIKB
3.
Adanya
sanksi tegas untuk bidan yang melanggar Permenkes 1464 tahun 2010
4.
DAFTAR
PUSTAKA
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1464/MENKES/PER/X/2010tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang registrasi tenaga kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar